Komisi III DPRD Sulut Kembali Gelar RDP Bersama BPJN, BPN dan PUPR Terkait Kasus Lahan Interchange Manado

oleh -1274 Dilihat

MAESANEWS, MANADO – Pimpinan dan Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mengelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruangan kerjanya,  Senin (2/06/2025).

RDP kali ini bersama Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN), Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Camat Mapanget dan Lurah Kairagi 1 yang membahas terkait penyelesaian polemik dugaan lahan warga yang dibangun jalan Interchange Manado-Bitung.

RDP tersebut dipimpin secara langsung oleh Ketua Komisi III Berty Kapojos didampingi Anggota Amir Liputo, Roy Roring, Haslinda Rotinsulu dan Remly Kandoli.

Pada kesempatan tersebut, Personil Komisi III Amir Liputo membeberkan bahwa, Bapak Martinus salah satu PPK waktu pembangunan dari BPJN masuk dan menempati tanah yang jadi persoalan pembangunan, yakni jalan intechange Manado-Bitung, serta mengetahui tanah ini selesai dibebaskan.

Sementara itu, dari keluarga Nining Rauf menjelaskan dari tanah seluas 400 meter persegi yang dibebaskan saat itu seluas  200 meter persegi, itu sudah dibayarkan oleh PUPR Provinsi Sulut.

“Hari ini kita melaksanakan RDP untuk mencari kejelasannya, tapi kalau panitia pembebasan dan BPN tidak hadir, sampai pagi pun tidak akan dapat hasilnya. Bapak Marthinus Bandaso berani masuk ke tanah tersebut, karena dari Pemerintah Provinsi sudah menyatakan sudah clear,” ungkap Liputo.

Sementara itu, Kuasa Hukum keluarga Nining Rauf berharap agenda Rapat Dengar Pendapat dengan komisi III DPRD SULUT siang tadi dihadiri oleh pihak yang berkompeten untuk menjawab atau memberikan keterangan terkait Kepemilikan Tanah yg menjadi pokok pembahasan yaitu pihak BPN Kota Manado.

Dikatakannya, kami memiliki Sertifikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Manado (BPN), tentu sertifikat tersebut secara hukum merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara/KTUN (beschikking) yang dianggap sah dan benar serta dapat dilaksanakan sepanjang tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya. “Prinsip ini dalam hukum administrasi negara dikenal dengan sebutan presumptio iustae causa,” ujar Astron Tania, SH.

Lanjut, dirinya mengatakan bahwa kalau pihak PUPR dan BPJN menyatakan itu adalah tanah negara yang telah dibebaskan seluruhnya tentu pihaknya mempertanyakan buktinya. “Jangan cuma asal ngomong itu tanah negara, kalau itu memang tanah negara. Maka berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ditegaskan bahwa Seluruh Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah Daerah yang bersangkutan,” ungkapnya.

Dirinya menjelaskan bahwa, kalau memang sudah dibayarkan semuanya dihadirkan saja pihak PUPR Provinsi dan tunjukan dokumen-dokumen terkait pembebasan tanah kliennya (Nining Rauf). Namun, melalui sambungan telepon pihak PUPR Provinsi dengan entengnya menjawab “Sudah Hilang”.

“Tentu itu merupakan suatu tanda tanya besar bagi kami, apalagi dokumen-dokumen pembebasan lahan tersebut merupakan arsip negara/pemerintah dan telah kami minta secara resmi melalui Komisi Informasi Sulawesi Utara dan gugatan kami dikabulkan seluruhnya dan harus dibuka,” pungkasnya.

(Advetorial/Maesanews)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.